BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Produksi
jagung di Indonesia mulai meningkat tajam setelah tahun 2002 dengan laju 9,14%
per tahun. Pada tahun 2005, produksi jagung mencapai 12,5 juta ton. Sebelum
tahun 1990, penggunaan jagung di Indonesia lebih banyak (86%) untuk konsumsi
langsung, hanya sekitar 6% untuk industri pakan. Penggunaan jagung untuk
industri pangan juga masih rendah, baru sekitar 7,5%. Walaupun sebagian besar
penggunaan jagung untuk konsumsi langsung, tetapi sudah mulai tampak penggunaan
untuk industri pangan dan bahkan pangsanya sudah di atas penggunaan untuk
industri pakan.
Dalam
periode 1990-2002 telah terjadi pergesaran penggunaan jagung walaupun masih
didominasi untuk konsumsi langsung. Setelah tahun 2002, penggunaan jagung lebih
banyak untuk kebutuhan industri pakan selain industri pangan. Selama tahun
2000-2005, penggunaan jagung untuk konsumsi menurun sekitar 2,0%/th.
Sebaliknya, penggunaan jagung untuk industri pakan dan industri pangan
meningkat masing-masing 5,86% dan 3,01%/th. (Data dihimpun dari Depatemen
Pertanian, 2005).
Teknologi di bidang pemupukan
merupakan salah satu faktor penentu didalam upaya meningkatkan produksi pangan.
Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan teknologi di bidang pemupukan serta terjadinya
perubahan status hara didalam tanah maka rekomendasi pemupukan yang telah ada
perlu dikaji lagi dan disempurnakan.
Dalam
rangka mendukung program pengembangan agribisnis jagung untuk men-capai hasil
yang maksimal maka diperlukan pengkajian pemupukan NPK baik pada jagung hibrida
maupun jagung komposit. Hara N, P, dan K merupakan hara yang sangat dibutuh-kan
untuk pertumbuhan dan produksi tanam-an jagung. Unsur hara makro yang essensial
untuk jagung antara lain nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K). Sutoro et
al. (1998) melaporkan bahwa pupuk N sangat dibutuhkan jagung pada tanah
dengan kadar N-total kurang dari 0,4%. Selanjutnya jagung memberikan respons
terhadap pupuk apabila kadar P-tersedia dalam tanah kurang dari 87,32 mg.kg-1.
Pada tanah dengan kadar K-dd kurang dari 0,43 cmol.kg-1 tanah,
jagung memerluka pemupukan.
1.1. Tujuan
Praktikum
Adapun
tujuan praktikum kesuburan tanah ini adalah mengetahui pengaruh pemupukan
setengah dosis pada tanaman jagung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Jagung ( Zea mays. )
Banyak
pendapat dan teori mengenai asal tanaman jagung, tetapi secara umum para ahli
sependapat bahwa jagung berasal dari Amerika Tengah atau Amerika Selatan.
Jagung secara historis terkait erat dengan suku Indian, yang telah menjadikan
jagung sebagai bahan makanan sejak 10.000 tahun yang lalu. Dalam perkembangan ekonomi
tanaman pangan Indonesia, jagung merupakan komoditas penting kedua setelah
padi/beras. Akan tetapi, dengan berkembang pesatnya industri peternakan, jagung
merupakan komponen utama (60%) dalam ransum pakan.
Diperkirakan
lebih dari 55% kebutuhan jagung dalam negeri digunakan untuk pakan, sedangkan
untuk konsumsi pangan hanya sekitar 30%, dan selebihnya untuk kebutuhan
industri lainnya dan bibit. Dengan demikian, peran jagung sebetulnya sudah
berubah lebih sebagai bahan baku industri dibanding sebagai bahan pangan.
Semula, pada saat permintaan jagung didominasi oleh jagung konsumsi, jagung
umumnya diusahakan pada lahan kering, terutama pada musim hujan. Dengan
berkembangnya adopsi teknologi maka areal pertanaman jagung menyebar ke lahan
sawah beririgasi, terutama di Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Utara. (Kasryno dkk, 2007)
Permintaan
jagung untuk industri, terutama industri pakan, telah mendorong peningkatan
harga jagung di dalam negeri maupun di pasar international. Harga jagung di
pasar dunia pada tahun 2004 adalah 111,8 dolar AS/ton, turun menjadi 98,7 dolar
AS pada tahun 2005, naik menjadi 121,9 dolar AS pada tahun 2006 dan mencapai
160,9 dolar AS pada periode Januari-Agustus 2007. Harga jagung diperkirakan
akan terus meningkat karena meningkatnya permintaan untuk industri etanol
sebagai bahan bakar nabati (BBN). ( Kasryno
dkk, 2007 )
Jagung
merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, sesuai ditanam di
wilayah bersuhu tinggi, dan pematangan tongkol ditentukan oleh akumulasi panas
yang diperoleh tanaman. Luas pertanaman jagung di seluruh dunia lebih dari 100
juta ha, menyebar di 70 negara, termasuk 53 negara berkembang. Penyebaran
tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi dengan baik pada berbagai
lingkungan. Jagung tumbuh baik di wilayah tropis hingga 50° LU dan 50° LS, dari
dataran rendah sampai ketinggian 3.000 m di atas permukaan laut (dpl), dengan
curah hujan tinggi, sedang, hingga rendah sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al. 1996 dalam Iriany dkk)
Areal
dan agroekologi pertanaman jagung sangat bervariasi, dari dataran rendah sampai
dataran tinggi, pada berbagai jenis tanah, berbagai tipe iklim dan bermacam
pola tanam. Tanaman jagung dapat ditanam pada lahan kering beriklim basah dan
beriklim kering, sawah irigasi dan sawah tadah hujan, toleran terhadap
kompetisi pada pola tanam tumpang sari, sesuai untuk pertanian subsistem,
pertanian komersial skala kecil, menengah, hingga skala sangat besar. Suhu
optimum untuk pertumbuhan tanaman jagung rata-rata 26-300C dan pH tanah 5,7-6,8
(Subandi et al. 1988).
Produksi
jagung berbeda antar daerah, terutama disebabkan oleh perbedaan kesuburan
tanah, ketersediaan air, dan varietas yang ditanam. Variasi lingkungan tumbuh
akan mengakibatkan adanya interaksi genotipe dengan lingkungan (Allard and Brashaw 1964 dalam Iriany dkk)
Jagung
merupakan tanaman semusim determinat, dan satu siklus hidupnya diselesaikan
dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan
vegetatif dan paruh kedua untuk pertumbuhan generatif. Tanaman jagung merupakan
tanaman tingkat tinggi dengan kingdom Plantae, divisi spermatophyte, Klass monocotyledoneae,
o r d o poales, family poaceae, genus Zea
dan spesies Zea mays L.
Sejalan
dengan perkembangan pemuliaan tanaman jagung, jenis jagung dapat dibedakan
berdasarkan komposisi genetiknya, yaitu jagung hibrida dan jagung bersari
bebas. Jagung hibrida mempunyai komposisi genetic yang heterosigot homogenus,
sedangkan jagung bersari bebas memiliki komposisi genetik heterosigot
heterogenus. Kelompok genotipe dengan karakteristik yang spesifik (distinct),
seragam (uniform), dan stabil disebut sebagai varietas atau kultivar, yaitu
kelompok genotipe dengan sifat-sifat tertentu yang dirakit oleh pemulia jagung.
Diperkirakan di seluruh dunia terdapat lebih dari 50.000 varietas jagung. (Iriany et al, 2007)
Tanaman
jagung termasuk famili rumput-rumputan (graminae) dari subfamili myadeae. Dua
famili yang berdekatan dengan jagung adalah teosinte dan tripsacum yang diduga
merupakan asal dari tanaman jagung. Teosinte berasal dari Meksico dan Guatemala
sebagai tumbuhan liar di daerah pertanaman jagung. ( Subekti
et al, 2007 )
Jagung
mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu (a) akar seminal, (b) akar
adventif, dan (c) akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang
berkembang dari radikula dan embrio. Pertumbuhan akar seminal akan melambat
setelah plumula muncul ke permukaan tanah dan pertumbuhan akar seminal akan
berhenti pada fase V3. Akar adventif adalah akar yang semula berkembang dari
buku di ujung mesokotil, kemudian set akar adventif berkembang dari tiap buku
secara berurutan dan terus ke atas antara 7-10 buku, semuanya di bawah
permukaan tanah.
Akar
adventif berkembang menjadi serabut akar tebal. Akar seminal hanya sedikit berperan
dalam siklus hidup jagung. Akar adventif berperan dalam pengambilan air dan
hara. Bobot total akar jagung terdiri atas 52% akar adventif seminal dan 48%
akar nodal. Akar kait atau penyangga adalah akar adventif yang muncul pada dua
atau tiga buku di atas permukaan tanah. Fungsi dari akar penyangga adalah
menjaga tanaman agar tetap tegak dan mengatasi rebah batang. Akar ini juga
membantu penyerapan hara dan air. ( Subekti et al, 2007 )
Perkembangan
akar jagung (kedalaman dan penyebarannya) bergantung pada varietas, pengolahan
tanah, fisik dan kimia tanah, keadaan air tanah, dan pemupukan. Akar jagung
dapat dijadikan indikator toleransi tanaman terhadap cekaman aluminium. Tanaman
yang toleran aluminium, tudung akarnya terpotong dan tidak mempunyai bulu-bulu
akar (Syafruddin, 2002 dalam Subekti et al, 2007).
Pemupukan
nitrogen dengan takaran berbeda menyebabkan perbedaan perkembangan (plasticity)
sistem perakaran jagung (Smith et al.
1995 dalam Subekti
et al, 2007).
Tanaman
jagung mempunyai batang yang tidak bercabang, berbentuk silindris, dan terdiri
atas sejumlah ruas dan buku ruas. Pada buku ruas terdapat tunas yang berkembang
menjadi tongkol. Dua tunas teratas berkembang menjadi tongkol yang produktif.
Batang memiliki tiga komponen jaringan utama, yaitu kulit (epidermis), jaringan
pembuluh (bundles vaskuler), dan pusat batang (pith). Bundles vaskuler tertata
dalam Sesudah koleoptil muncul di atas permukaan tanah, daun jagung mulai terbuka.
Setiap daun terdiri atas helaian daun, ligula, dan pelepah daun yang erat
melekat pada batang. Jumlah daun sama dengan jumlah buku batang. Jumlah daun
umumya berkisar antara 10-18 helai, rata-rata munculnya daun yang terbuka
sempurna adalah 3-4 hari setiap daun. Tanaman jagung di daerah tropis mempunyai
jumlah daun relatif lebih banyak dibanding di daerah beriklim sedang
(temperate) (Paliwal 2000 dalam Subekti et al, 2007 ).
Genotipe
jagung mempunyai keragaman dalam hal panjang, lebar, tebal, sudut, dan warna
pigmentasi daun. Lebar helai daun dikategorikan mulai dari sangat sempit (<
5 cm), sempit (5,1-7 cm), sedang (7,1-9 cm), lebar (9,1-11 cm), hingga sangat
lebar (>11 cm). Besar sudut daun mempengaruhi tipe daun. Sudut daun jagung
juga beragam, mulai dari sangat kecil hingga sangat besar. Beberapa genotipe
jagung memiliki antocyanin pada helai daunnya, yang bisa terdapat pada pinggir
daun atau tulang daun. Intensitas warna antocyanin pada pelepah daun
bervariasi, dari sangat lemah hingga sangat kuat. (Subekti et al, 2007)
Bentuk
ujung daun jagung berbeda, yaitu runcing, runcing agak bulat, bulat, bulat agak
tumpul, dan tumpul. Berdasarkan letak posisi daun (sudut daun) terdapat dua
tipe daun jagung, yaitu tegak (erect) dan menggantung (pendant). Daun erect
biasanya memiliki sudut antara kecil sampai sedang, pola helai daun bisa lurus
atau bengkok. Daun pendant umumnya memiliki sudut yang lebar dan pola daun
bervariasi dari lurus sampai sangat bengkok. Jagung dengan tipe daun erect
memiliki kanopi kecil sehingga dapat ditanam dengan populasi yang tinggi.
Kepadatan tanaman yang tinggi diharapkan dapat memberikan hasil yang tinggi
pula. (Subekti et al, 2007)
Jagung
disebut juga tanaman berumah satu (monoeciuos) karena bunga jantan dan
betinanya terdapat dalam satu tanaman. Bunga betina, tongkol, muncul dari
axillary apices tajuk. Bunga jantan (tassel) berkembang dari titik tumbuh
apikal di ujung tanaman. Pada tahap awal, kedua bunga memiliki primordia bunga
biseksual. Selama proses perkembangan, primordial stamen pada axillary bunga
tidak berkembang dan menjadi bunga betina. Demikian pula halnya primordia
ginaecium pada apikal bunga, tidak berkembang dan menjadi bunga jantan (Palliwal 2000 dalam Subekti et al, 2007).
Serbuk
sari (pollen) adalah trinukleat. Pollen memiliki sel vegetatif, dua gamet
jantan dan mengandung butiran-butiran pati. Dinding tebalnya terbentuk dari dua
lapisan, exine dan intin, dan cukup keras. Karena adanya perbedaan perkembangan
bunga pada spikelet jantan yang terletak di atas dan bawah dan ketidaksinkronan
matangnya spike, maka pollen pecah secara kontinu dari tiap tassel dalam tempo
seminggu atau lebih.
Rambut
jagung (silk) adalah pemanjangan dari saluran stylar ovary yang matang pada
tongkol. Rambut jagung tumbuh dengan panjang hingga 30,5 cm atau lebih sehingga
keluar dari ujung kelobot. Panjang rambut jagung bergantung pada panjang
tongkol dan kelobot. Tanaman jagung adalah protandry, di mana pada sebagian
besar varietas, bunga jantannya muncul (anthesis) 1-3 hari sebelum rambut bunga
betina muncul (silking). Serbuk sari (pollen) terlepas mulai dari spikelet yang
terletak pada spike yang di tengah, 2-3 cm dari ujung malai (tassel), kemudian
turun ke bawah. Satu bulir anther melepas 15-30 juta serbuk sari.
Serbuk
sari sangat ringan dan jatuh karena gravitasi atau tertiup angin sehingga
terjadi penyerbukan silang. Dalam keadaan tercekam (stress) karena kekurangan air,
keluarnya rambut tongkol kemungkinan tertunda, sedangkan keluarnya malai tidak
terpengaruh. Interval antara keluarnya bunga betina dan bunga jantan (anthesis
silking interval, ASI) adalah hal yang sangat penting. ASI yang kecil
menunjukkan terdapat sinkronisasi pembungaan, yang berarti peluang terjadinya
penyerbukan sempurna sangat besar. Semakin besar nilai ASI semakin kecil
sinkronisasi pembungaan dan penyerbukan terhambat sehingga menurunkan hasil.
Hampir
95% dari persarian tersebut berasal dari serbuk sari tanaman lain, dan hanya 5%
yang berasal dari serbuk sari tanaman sendiri. Oleh karena itu, tanaman jagung
disebut tanaman bersari silang (cross pollinated crop), di mana sebagian besar
dari serbuk sari berasal dari tanaman lain. Terlepasnya serbuk sari berlangsung
3-6 hari, bergantung pada varietas, suhu, dan kelembaban. Rambut tongkol tetap
reseptif dalam 3-8 hari. Serbuk sari masih tetap hidup (viable) dalam 4-16 jam
sesudah terlepas (shedding). Penyerbukan selesai dalam 24-36 jam dan biji mulai
terbentuk sesudah 10-15 hari. Setelah penyerbukan, warna rambut tongkol berubah
menjadi coklat dan kemudian kering.
Tanaman
jagung mempunyai satu atau dua tongkol, tergantung varietas. Tongkol jagung
diselimuti oleh daun kelobot. Tongkol jagung yang terletak pada bagian atas
umumnya lebih dahulu terbentuk dan lebih besar dibanding yang terletak pada
bagian bawah. Setiap tongkol terdiri atas 10 - 16 baris biji yang jumlahnya
selalu genap. Biji jagung disebut kariopsis, dinding ovari atau perikarp
menyatu dengan kulit biji atau testa, membentuk dinding buah. Biji jagung
terdiri atas tiga bagian utama, yaitu (a) pericarp, berupa lapisan luar yang
tipis, berfungsi mencegah embrio dari organisme pengganggu dan kehilangan air;
(b) endosperm, sebagai cadangan makanan, mencapai 75% dari bobot biji yang mengandung
90% pati dan 10% protein, mineral, minyak, dan lainnya; dan (c) embrio
(lembaga), sebagai miniatur tanaman yang terdiri atas plamule, akar radikal,
scutelum, dan koleoptil (Hardman and
Gunsolus 1998 dalam Subekti et al, 2007 ).
Secara
umum jagung mempunyai pola pertumbuhan yang sama, namun interval waktu
antartahap pertumbuhan dan jumlah daun yang berkembang dapat berbeda.
Pertumbuhan jagung dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu (1) fase
perkecambahan, saat proses imbibisi air yang ditandai dengan pembengkakan biji
sampai dengan sebelum munculnya daun pertama; (2) fase pertumbuhan vegetatif,
yaitu fase mulai munculnya daun pertama yang terbuka sempurna sampai tasseling
dan sebelum keluarnya bunga betina (silking), fase ini diidentifiksi dengan
jumlah daun yang terbentuk; dan (3) fase reproduktif, yaitu fase pertumbuhan
setelah silking sampai masak fisiologis.
Perkecambahan
benih jagung terjadi ketika radikula muncul dari kulit biji. Benih jagung akan
berkecambah jika kadar air benih pada saat di dalam tanah meningkat >30%
(McWilliams et al. 1999). Proses perkecambahan benih jagung, mula-mula benih
menyerap air melalui proses imbibisi dan benih membengkak yang diikuti oleh
kenaikan aktivitas enzim dan respirasi yang tinggi. Perubahan awal sebagian
besar adalah katabolisme pati, lemak, dan protein yang tersimpan dihidrolisis
menjadi zat-zat yang mobil, gula, asam-asam lemak, dan asam amino yang dapat
diangkut ke bagian embrio yang tumbuh aktif.
Pada
awal perkecambahan, koleoriza memanjang menembus pericarp, kemudian radikel
menembus koleoriza. Setelah radikel muncul, kemudian empat akar seminal lateral
juga muncul. Pada waktu yang sama atau sesaat kemudian plumule tertutupi oleh
koleoptil. Koleoptil terdorong ke atas oleh pemanjangan mesokotil, yang
mendorong koleoptil ke permukaan tanah. Mesokotil berperan penting dalam
pemunculan kecambah ke atas tanah. Ketika ujung koleoptil muncul ke luar
permukaan tanah, pemanjangan mesokotil terhenti dan plumul muncul dari
koleoptil dan menembus permukaan tanah. (
Subekti et al, 2007 )
2.2. Pupuk Organik
Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup,
seperti pelapukan
sisa-sisa tanaman,
hewan,
dan manusia.
Pupuk organik dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memperbaiki
sifat fisik, kimia,
dan biologi
tanah.
Pupuk organik mengandung banyak bahan organik daripada kadar haranya. Sumber
bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan,
tongkol jagung,
bagas tebu,
dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang
menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota. ( Wikipedia, 2012 )
Kelompok
organisme perombak bahan organik tidak hanya mikrofauna tetapi ada juga
makrofauna (cacing tanah). Pembuatan vermikompos melibatkan cacing tanah untuk
merombak berbagai limbah seperti limbah pertanian, limbah dapur, limbah pasar,
limbah ternak, dan limbah industri yang berbasis pertanian. Kelompok organisme
perombak ini dikelompokkan sebagai bioaktivator perombak bahan organik. Sejumlah
bakteri penyedia hara yang hidup pada rhizosfir akar (rhizobakteri) disebut
sebagai rhizobakteri pemacu tanaman (plant growthpromoting rhizobacteria=PGPR).
Kelompok ini mempunyai peranan ganda di samping (1) menambat N2, juga; (2)
menghasilkan hormon tumbuh (seperti IAA, giberelin, sitokinin, etilen, dan
lain-lain); (3) menekan penyakit tanaman asal tanah dengan memproduksi
siderofor glukanase, kitinase, sianida; dan (4) melarutkan P dan hara lainnya
(Cattelan et al., 1999; Glick et al., 1995; Kloepper, 1993;
Kloepper et al., 1991). Sebenarnya tidak hanya kelompok ini yang
memiliki peranan ganda (multifungsi) tetapi juga kelompok mikroba lain seperti
cendawan mikoriza. Cendawan ini selain dapat meningkatkan serapan hara, juga
dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit terbawa tanah,
meningkatkan toleransi tanaman terhadap kekeringan, menstabilkan agregat tanah,
dan sebagainya, tetapi berdasarkan hasil-hasil penelitian yang ada peranan
sebagai penyedia hara lebih menonjol daripada peranan-peranan lain. Pertanyaan
yang mungkin timbul ialah apakah multifungsi suatu mikroba tertentu apabila
digunakan sebagai inokulan dapat terjadi secara bersamaan, sehingga tanaman
yang diinokulasi dapat memperoleh manfaat multifungsi mikroba tersebut.
Kebanyakan
kesimpulan tersebut berasal dari penelitian-penelitian terpisah, misalnya
pengaruh terhadap serapan hara pada suatu percobaan, dan pengaruh terhadap
toleransi kekeringan pada percobaan lain. Mungkin sekali fungsi-fungsi tersebut
hanya dimiliki spesies tertentu pada suatu kelompok fungsional tertentu, atau
mungkin juga fungsi-fungsi ini hanya dimiliki oleh strain atau strain-strain
tertentu dalam suatu spesies, atau kondisi lingkungan dimana tanaman tersebut
tumbuh.
Penggunaan pupuk
organik saja, tidak dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan ketahanan
pangan. Oleh karena itu system pengelolaan hara terpadu yang memadukan
pemberian pupuk organik/pupuk hayati dan pupuk anorganik dalam rangka
meningkatkan produktivitas lahan dan kelestarian lingkungan perlu digalakkan.
Hanya dengan cara ini keberlanjutan produksi tanaman dan kelestarian lingkungan
dapat dipertahankan. Sistem pertanian yang disebut sebagai LEISA (low external
input and sustainable agriculture) menggunakan kombinasi pupuk organik dan
anorganik yang berlandaskan konsep good agricultural practices perlu
dilakukan agar degredasi lahan dapat dikurangi dalam rangka memelihara kelestarian
lingkungan. ( Simanungkalit, 2006 )
2.3.
Pupuk Anorganik
Pupuk anorganik adalah pupuk yang
dibuat oleh pabrik-pabrik pupuk dengan meramu bahan-bahan kimia anorganik
berkadar hara tinggi. Misalnya urea berkadar N 45-46% (setiap 100 kg urea
terdapat 45-46 kg hara nitrogen) (Lingga dan Marsono, 2000).
Pupuk Urea
CO(NH2)2 merupakan hasil reaksi antara karbon dioksida dan amoniak dan
mengandung 46% N. Pupuk ammonium klorida (NH4Cl) mengandung 28% N dan 60% Cl.
Amonium nitrat (NH4NO3) mengandung 33-35% N. Amonium fosfat (NH4H2PO4) mengandung
10-11% N dan 48-55% P2O5. Amonium Sulfat atau ZA (NH4)2SO4 mengandung 21% N dan
24% S. Kalsium nitrat Ca(NO3)2 mengandung 16% N dan 28% CaO. Kalium nitrat KNO3
mengandung 13% N dan 44% K2O. Diamonium fosfat atau DAP (NH4)2HPO4 mengandung
18% N dan 46% P2O5. Pupuk TSP (Ca(H2PO4)2.2H2O mengandung 46-48% P2O5, 2% S dan
20% CaO. Fosfat alam mengandung hara P2O5 dan CaO. Kadar P2O5 dalam pupuk
fosfat alam sangat bervariasi dari 14 – 35%. Pupuk KCl mengandung 60% K2O dan
45% Cl.
Pupuk Kalum sulfat (K2SO4)
mengandung 50% K2O dan 18% S. Pupuk kalium magnesium sulfat (K2SO4.2MgSO4)
mengandung 22% K2O, 18% MgO dan 22% S. Kieserite (MgSO4.H2O) mengandung 17-27%
MgO dan 22% S. Dolomite (MgCO3+CaCO3) mengandung 2-20% MgO dan 30-47% CaO. ( Kasno, 2009 )
Pupuk anorganik atau pupuk buatan dapat dibedakan menjadi pupuk
tunggal dan pupuk majemuk. Pupuk tunggal adalah pupuk yang hanya
mengandung satu unsur hara misalnya pupuk N, pupuk P, pupuk K dan
sebagainya. Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu
unsur hara misalnya N + P, P + K, N + K, N + P + K dan sebagainya
(Hardjowigeno, 2004).
Ada beberapa keuntungan dari pupuk anorganik, yaitu (1) Pemberiannya
dapat terukur dengan tepat, (2) Kebutuhan tanaman akan hara dpat dipenuhi
dengan perbandingan yang tepat, (3) Pupuk anorganik tersedia dalam jumlah
cukup, dan (4) Pupuk anorganik mudah diangkut karena jumlahnya relatif sedikit
dibandingkan dengan pupuk organik. Pupuk anorganik mempunyai
kelemahan, yaitu selain hanya mempunyai unsur makro, pupuk anorganik ini sangat
sedikit ataupun hampir tidak mengandung unsur hara mikro (Lingga dan
Marsono, 2000).
BAB
III
METODE
PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada jam
praktikum setiap hari rabu jam 15:00 WIB s/d di UPT Kebun FAPERTA UR dan
Laboratorium Tanah.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan adalah
sebagai berikut :
-
Benih jagung (Zea mays.) - Alat-alat tulis
-
Pengaris - Tali
-
Parang - Ember/gembor
-
Cangkul -
Meteran
-
Erlemenyer - Timbangan Analitik
-
Pipet volume - Pompa pipet
-
Batang pengaduk - Pupuk kandang
-
PupukNPK - Pipet
tetes
-
Buret
3.3. Pelaksanaan Praktikum
Praktikum dilaksanakan sebanyak 12 kali pertemuan. Sistem
penanaman yang dilaksanakan dengan langkah awal pembersihan lahan dan
dilanjutkan dengan pengolahan tanah, setelah tanah siap tanam dilanjutkan
dengan menanam benih jagung. Penanaman dengan menunggal dengan kedalaman 2-3
cm, Jarak Tanam 75 cm X 50 cm, ukuran plot per kelompok 1 m x 2 m x 2 plot dan
jarak antar plot 50 cm dan 30 cm.
3.5. Parameter Pengamatan
3.5.1.
Pertambahan tinggi tanaman
Pertambahan
tinggi tanaman jagung diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun termuda
(pucuk daun). Pengukuran tanaman dilakukakan dengan menegakkan jagung, kemudian
diukur tingginya.
3.5.2. Jumlah daun
Jumlah
batang dihitung mulai dari daun terbawah sampai daun termuda di pucuk tanaman,
daun yang dihitung adalah daun yang masih produktif ada tanaman jagung.
3.5.3. Lingkar Batang
Lingkar
batang diukur dengan menggunakan tali yang di lilitkan pada batang kemudian
diukur dengan pengaris.
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1. Pertumbuhan tanaman
Dari data yang
didapatkan bahwa pertumbuhan tanaman jagung menunjukkan pengaruh dengan adanya
pemupukan ½ dosis pupuk anorganik atau pupuk NPK. Tinggi tanaman masing-masing
perminggu adalah 7,55; Tinggi tanaman
menunjukkan pertambahan dari minggu ke minggu dari 7, 55 cm hingga 165,62 cm,
sedangkan pada jumlah daun dan lingkar batang perubahan terlihat sejalan dengan
pertambahan tinggi tanaman. Semakin tinggi tanaman, maka semakin banyak jumlah
daun dan semakin besar lingkar batang (Grafik 1).
Grafik.1. Hasil Pertumbuhan tanaman jagung dengan ½ dosis pemupukan NPK.
4.2. Produksi tanaman
Produksi tanaman pada praktikum ini dilihat dari malai
yang keluar pada hari setelah tanam(hst). Sampel 1, 2 dan 7 malai keluar
setelah 42 hst. Sedangkan sampel lainnya yaitu 3, 4, 5, dan 8 malai keluar saat
50 hst. Perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan kondisi tanaman. Hal
tersebut sejalan dengan selisih antar sampel pada tanaman yang mengeluarkan
malai pada hari ke 42 tsb. (Tabel 1)
Tabel. 1. Hasil table keluar malai
U1
|
Hari Setelah
Tanam (HST)
|
|
Tanaman 1
|
42
|
50
|
Tanaman 2
|
42
|
50
|
Tanaman 3
|
X
|
50
|
Tanaman 4
|
X
|
50
|
Tanaman 5
|
X
|
50
|
Tanaman 6
|
X
|
X
|
Tanaman 7
|
42
|
50
|
Tanaman 8
|
X
|
50
|
Tanaman 9
|
X
|
X
|
Tanaman 10
|
X
|
X
|
Tanaman 11
|
X
|
X
|
Tanaman 12
|
X
|
X
|
4.3. Sifat Tanah
Dari hasil
yang diperoleh, diketahui bahwa kandungan air tanah di dalam tanah terbilang
rendah. Keadaan tersebut dapat dipengaruhi oleh kandungan bahan organik tanah
dan kedalaman solum di dalam ring sampel. Hal ini sesuai dengan pendapat
Hanafiah (2007) yang menyatakan bahwa kadar air tanah dipengaruhi oleh kadar
bahan organik tanah dan kedalaman solum, makin tinggi kadar bahan organik tanah
akan makin tinggi kadar air, serta makin dalam kedalaman solum tanah maka kadar
air juga semakin tinggi.
Besarnya nilai air tersedia pada sampel tanah, yang bisa saja dipengaruhi oleh
tekstur dari tanah tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Saleh (2000) yang
menyatakan bahwa tektur tanah sangat mempengaruhi banyaknya air yang tersedia.
Tanah berpasir umumnya mempunyai air yang lebih kecil dibandingkan dengan tanah
liat berdebu, namun dilain pihak, tanah berpasir mempunyai pori makro yang
banyak, adhesifitas terhadap air lebih kecil, dan konduktivitas hidraulik yang
lebih tinggi. Dengan demikian, meskipun kandungan air awal pada tanah liat
berdebu lebih tinggi, namun faktor lainnya menjadi penghambat pergerakan air
dibandingkan dengan tanah berpasir, sehingga pergerakan air pada tanah berpasir
lebih cepat dibandingkan dengan tanah liat berdebu.
Kandungan
air tanah dipengaruhi oleh besarnya tegangan air dalam sampel tanah tersebut.
Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjowigeno S. (1992) yang menyatakan bahwa banyaknya
kandungan air tanah berhubungan erat dengan besarnya tegangan air (moisture
tension) dalam tanah tersebut. Kemampuan tanah dapat menahan air antara lain
dipengaruhi oleh tekstur tanah.
Tanah-tanah
yang bertekstur kasar mempunyai daya menahan air yang lebih kecil dari pada
tanah yang bertekstur halus. Pasir umumnya lebih mudah kering dari pada
tanah-tanah bertekstur berlempung atau liat.
Tabel 2. Tabel kadar air awal
Kelompok
|
BB
|
BK
|
KA
|
B.Seb
|
1
|
10
|
8.04
|
24.37811
|
7.562189
|
2
|
10
|
8.36
|
19.61722
|
8.038278
|
3
|
10
|
8.26
|
21.06538
|
7.893462
|
4
|
10
|
8.19
|
22.10012
|
7.789988
|
5
|
10
|
|||
6
|
10
|
8.1
|
23.45679
|
7.654321
|
Tabel 3. Kadar air tanah akhir
Kadar Air
|
||||
Kelompok
|
BB
|
BK
|
KA
|
B.Seb
|
1
|
5
|
4.64
|
7.758621
|
4.612068966
|
2
|
5
|
14.28
|
4.29
|
|
3
|
5
|
12.76
|
4.36
|
|
4
|
5
|
4.3
|
16.27907
|
4.186046512
|
5
|
5
|
4.41
|
13.37868
|
4.33106576
|
6
|
5
|
4.32
|
15.74074
|
4.212962963
|
Berdasarkan pengertian
asam-basa menurut Arrhenius beserta sifat-sifatnya, suatu senyawa bersifat asam
dalam air karena adanya ion H+. Adapun suatu senyawa yang bersifat basa dalam
air jika ada ion OH-. pH adalah kepanjangan dari pangkat hidrogen atau power of
hydrogen. pH larutan menyatakan konsentrasi ion H+ dalam larutan. Suatu zat
asam yang di masukkan ke dalam air akan mengakibatkan bertambahnya ion hidrogen
(H+) dalam air dan berkurangnya ion hidroksida (OH-). Sedangkan pada basa, akan
terjadi sebaliknya. Zat basa yang dimasukkan ke dalam air akan mengakibatkan
bertambahnya ion hidroksida (OH-) dan berkurangnya ion hidrogen (H+). Jumlah
ion H+ dan OH- di dalam air dapat di gunakan untuk menentukan derajat keasaman
atau kebasaan suatu zat. Semakin asam suatu zat, semakin banyak ion H+ dan
semakin sedikit jumlah ion OH- di dalam air. Sebaliknya semakin basa suatu zat,
semakin sedikit jumlah ion H+ dan semakin banyak ion OH- di dalam air.
Keasamaan / kealkalian / pH tanah adalah logaritma kepekatan ion-ion H+
dalam larutan sistem tanah. Kepekatan ion-ion H+ dalam larutan sistem tanah ini
berkesetimbangan dengan H-tidak terdisosiasi senyawa-senyawa dapat larut dan
tidak larut yang ada dalam sistem. pH tanah menunnjukkan intensitas keasaman
suatu sistem tanah , sedangkan kapasitas keasaman menunjukkan takaran ion H+
terdisosiasi, ditambah H+ tidak terdisosiasi di dalam sistem tanah. Sistem
tanah yang mayoritas terdapat ion-ion H+ akan bersuasana asam dengan nilai pH
< 7, sedangkan jika pH = 7 akan bersuasana netral, dan pH > 7 akan
bersuasana alkalis atau basa. Faktor pengendali keasaman tanah adalah ion-ion
H+ dan Al3+ yang berada di dalam larutan sistem tanah dan kompleks jerapan.
Kedua bidang ini mengendalikan keasaman dengan cara berbeda, yang disebabkan
oleh perbedaan sumber dan watak muatan yang menyerap ion-ion itu. Di dalam
sistem tanah terdapat dua bentuk muatan negatif, yaitu: muatan tergantung pH
dan muatan tetap.
Muatan tergantung pH berwatak tidak tetap. Muatan tergantung pH ini berasal
dari gugus SiOH dan AlOH di tepi patahan dan permukaan luar lempung, gugus
karboksil (-COOH) dan fenol (-OH) koloid humus. Muatan tetap berasal dari
adanya kelebihan ion lempung pada silikat akibat terjadinya penyulihan
isomorfis (pergantian anasir penyusun tanpa mengubah bahan lempung). Kation
yang dijerap muatan yang berasal dari mekanisme ini dapat dipertukarkan pada
setiap nilai pH (tidak tergantung pH).
Tabel 4. pH tanah Awal
pH
|
||
Kelompok
|
pH
|
|
H2O
|
KCl
|
|
1
|
5.3
|
4.36
|
2
|
4.94
|
4.29
|
3
|
5.44
|
4.68
|
4
|
5.48
|
4.7
|
5
|
5.64
|
4.62
|
6
|
5.62
|
4.73
|
Tabel 5. pH Tanah akhir
Kelompok
|
pH
|
|
H2O
|
KCl
|
|
1
|
5.42
|
4.62
|
2
|
6.22
|
5.34
|
3
|
5.82
|
4.92
|
4
|
6.41
|
5.39
|
5
|
6.68
|
5.72
|
6
|
6.28
|
5.11
|
Bahan organik memegang peranan penting dalam memperbaiki sifat-sifat
tanah (fisik, kimia dan biologi) yang
selanjutnya akan meningkatkan produktivitas
tanah dan
tanaman. Oleh karena itu, bahan organik disebut juga sebagai dinamisator,
aktivator dan regenerator tanah dalam meningkatkan dan mempertahankan
produktivitas lahan.
Dalam sistem pertanian organik, pupuk kandang merupakan salah satu
alternatif yang dapat dijadikan pengganti pupuk kimia. Pupuk kandang banyak
digunakan sebagai sumber bahan organik tanah yang memberikan dampak sangat baik
bagi pertumbuhan tanaman. Penambahan bahan organik dapat meningkatkan unsur
hara dan perbaikan sifat tanah. Bahan organik merupakan salah satu komponen
tanah yang sangat penting dari segi fisik, kimia, dan biologi tanah.
Bahan organik dapat memperbaiki infiltrasi, porositas, struktur tanah,
ketersediaan unsur hara, dan merupakan sumber energi bagi mikroorganisme tanah.
Pengaruh bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah mampu meningkatkan
nilai kapasitas tukar kation, menambah ketersediaan unsur hara, mengurangi
keracunan Al dan Fe serta meningkatkan kelarutan P dalam tanah.
Bahan organik juga sangat berperan dalam meningkatkan aktivitas
mikroorganisme tanah. Tersedianya bahan organik di dalam tanah mempengaruhi
populasi dan jenis mikroflora (cendawan, lumut, bakteri, ganggang, aktinomisetes)
di dalamnya
Tanah yang mengandung sedikit bahan organik memiliki kepadatan populasi
mikroorganisme yang rendah sehingga tingkat kesuburannya pun rendah, karena
hampir sebagian besar transformasi bahan organik dilakukan oleh mikroorganisme.
Salah satu bahan organik yang sangat baik bagi tanah adalah pupuk kandang.
Susunan kimia pupuk kandang berbeda-beda tergantung pada spesies, ternak, umur
dan keadaan hewan, sifat dan jumlah pakan, serta penanganan dan penyimpanan
pupuk sebelum dipakai.Pupuk kandang dapat meningkatkan C-organik, N-total,
Ca-dd dan pH tanah. Pemberian pupuk kandang berarti penambahan bahan organik
yang berfungsi sebagai cadangan unsur hara, pengikat air dan pembentukan
pori-pori mikro dan makro, yang dapat menunjang perkembangan mikroorganisme
tanah. Hasil penguraian bahan organik yang dilakukan oleh mikroorganisme
tersebut membentuk senyawa baru yang lebih sederhana dan merupakan unsur hara
bagi tanaman.
Tabel
4. C-Organik Awal
Vb
|
Vc
|
N FeSO4
|
C-organik
|
B-organik
|
20
|
16.5
|
0.5
|
0.15
|
0.2586
|
Tabel 7. Kadar C-Organik akhir
C-organik
|
|||||
Kelompok
|
Vb
|
Vc
|
N FeSO4
|
C-organik
|
B-organik
|
1
|
16
|
10
|
0.5
|
0.195140187
|
0.336421682
|
2
|
16
|
11.5
|
0.5
|
10.5
|
18.102
|
3
|
16
|
10
|
0.5
|
10
|
17.24
|
4
|
16
|
10.08
|
0.5
|
0.212133333
|
0.365717867
|
5
|
16
|
9.5
|
0.5
|
0.225117801
|
0.388103089
|
6
|
16
|
10.08
|
0.5
|
0.210778022
|
0.36338131
|
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari
praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.
Pemberian pupuk anorganik ½ dosis mempengaruhi pertambahan
tinggi tanaman, jumlah daun dan lingkar batang.
2.
Peemberian pupuk anorganik ½ dosis berpengaruh terhadap umur
keluar malai.
3.
Pemberian pupuk anorganik mempengaruhi jumlah bahan organic
tanah.
5.2. Saran
Meskipun pupuk anorganik
dapat digunakan untuk penanaman jagung, namun harus di imbangi dengan penyedian
bahan organic tanah sehingga penanaman dapat berkelanjutan.
DAFTAR
PUSTAKA
Kasryno, Faisal, et al. 2007. Gambaran Umum Ekonomi Jagung
Indonesia. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Jakarta dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan, Bogor.
Iriany, R.N, M. Yasin H.G., dan Andi Takdir M. 2007. Asal,
Sejarah, Evolusi, dan Taksonomi Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman
Serealia, Maros.
Subekti N.A, Syafruddin, Roy Efendi, dan Sri Sunarti. 2007. Morfologi
Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros
Subandi, I. Manwan, and A. Blumenschein. 1988. National
Coordinated Research Program: Corn. Central Research Institute for Food Crops. Bogor.
p.83.
http://wahyuaskari.wordpress.com/umum/pupuk-n-p-k/. Yang di unduh pada 05 November 2012.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pupuk_organik. Yang diunduh
pada 04 Januari 2013
Simanungkalit et al. 2006. Pupuk organic dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan
Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar