alt/text gambar alt/text gambar

Kamis, 30 Oktober 2014

KESUBURAN TANAH DAN PEMUPUKAN PENGARUH PEMBERIAN PUPUK NPK SETENGAH DOSIS PADA JAGUNG (Zea mays.)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Produksi jagung di Indonesia mulai meningkat tajam setelah tahun 2002 dengan laju 9,14% per tahun. Pada tahun 2005, produksi jagung mencapai 12,5 juta ton. Sebelum tahun 1990, penggunaan jagung di Indonesia lebih banyak (86%) untuk konsumsi langsung, hanya sekitar 6% untuk industri pakan. Penggunaan jagung untuk industri pangan juga masih rendah, baru sekitar 7,5%. Walaupun sebagian besar penggunaan jagung untuk konsumsi langsung, tetapi sudah mulai tampak penggunaan untuk industri pangan dan bahkan pangsanya sudah di atas penggunaan untuk industri pakan.
Dalam periode 1990-2002 telah terjadi pergesaran penggunaan jagung walaupun masih didominasi untuk konsumsi langsung. Setelah tahun 2002, penggunaan jagung lebih banyak untuk kebutuhan industri pakan selain industri pangan. Selama tahun 2000-2005, penggunaan jagung untuk konsumsi menurun sekitar 2,0%/th. Sebaliknya, penggunaan jagung untuk industri pakan dan industri pangan meningkat masing-masing 5,86% dan 3,01%/th. (Data dihimpun dari Depatemen Pertanian, 2005).
            Teknologi di bidang pemupukan merupakan salah satu faktor penentu didalam upaya meningkatkan produksi pangan. Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan teknologi di bidang pemupukan serta terjadinya perubahan status hara didalam tanah maka rekomendasi pemupukan yang telah ada perlu dikaji lagi dan disempurnakan.
Dalam rangka mendukung program pengembangan agribisnis jagung untuk men-capai hasil yang maksimal maka diperlukan pengkajian pemupukan NPK baik pada jagung hibrida maupun jagung komposit. Hara N, P, dan K merupakan hara yang sangat dibutuh-kan untuk pertumbuhan dan produksi tanam-an jagung. Unsur hara makro yang essensial untuk jagung antara lain nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K). Sutoro et al. (1998) melaporkan bahwa pupuk N sangat dibutuhkan jagung pada tanah dengan kadar N-total kurang dari 0,4%. Selanjutnya jagung memberikan respons terhadap pupuk apabila kadar P-tersedia dalam tanah kurang dari 87,32 mg.kg-1. Pada tanah dengan kadar K-dd kurang dari 0,43 cmol.kg-1 tanah, jagung memerluka pemupukan.
1.1. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum kesuburan tanah ini adalah mengetahui pengaruh pemupukan setengah dosis pada tanaman jagung.





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Jagung ( Zea mays. )
Banyak pendapat dan teori mengenai asal tanaman jagung, tetapi secara umum para ahli sependapat bahwa jagung berasal dari Amerika Tengah atau Amerika Selatan. Jagung secara historis terkait erat dengan suku Indian, yang telah menjadikan jagung sebagai bahan makanan sejak 10.000 tahun yang lalu. Dalam perkembangan ekonomi tanaman pangan Indonesia, jagung merupakan komoditas penting kedua setelah padi/beras. Akan tetapi, dengan berkembang pesatnya industri peternakan, jagung merupakan komponen utama (60%) dalam ransum pakan.
Diperkirakan lebih dari 55% kebutuhan jagung dalam negeri digunakan untuk pakan, sedangkan untuk konsumsi pangan hanya sekitar 30%, dan selebihnya untuk kebutuhan industri lainnya dan bibit. Dengan demikian, peran jagung sebetulnya sudah berubah lebih sebagai bahan baku industri dibanding sebagai bahan pangan. Semula, pada saat permintaan jagung didominasi oleh jagung konsumsi, jagung umumnya diusahakan pada lahan kering, terutama pada musim hujan. Dengan berkembangnya adopsi teknologi maka areal pertanaman jagung menyebar ke lahan sawah beririgasi, terutama di Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Utara. (Kasryno dkk, 2007)
Permintaan jagung untuk industri, terutama industri pakan, telah mendorong peningkatan harga jagung di dalam negeri maupun di pasar international. Harga jagung di pasar dunia pada tahun 2004 adalah 111,8 dolar AS/ton, turun menjadi 98,7 dolar AS pada tahun 2005, naik menjadi 121,9 dolar AS pada tahun 2006 dan mencapai 160,9 dolar AS pada periode Januari-Agustus 2007. Harga jagung diperkirakan akan terus meningkat karena meningkatnya permintaan untuk industri etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN). ( Kasryno dkk, 2007 )
Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, sesuai ditanam di wilayah bersuhu tinggi, dan pematangan tongkol ditentukan oleh akumulasi panas yang diperoleh tanaman. Luas pertanaman jagung di seluruh dunia lebih dari 100 juta ha, menyebar di 70 negara, termasuk 53 negara berkembang. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi dengan baik pada berbagai lingkungan. Jagung tumbuh baik di wilayah tropis hingga 50° LU dan 50° LS, dari dataran rendah sampai ketinggian 3.000 m di atas permukaan laut (dpl), dengan curah hujan tinggi, sedang, hingga rendah sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al. 1996 dalam Iriany dkk)
Areal dan agroekologi pertanaman jagung sangat bervariasi, dari dataran rendah sampai dataran tinggi, pada berbagai jenis tanah, berbagai tipe iklim dan bermacam pola tanam. Tanaman jagung dapat ditanam pada lahan kering beriklim basah dan beriklim kering, sawah irigasi dan sawah tadah hujan, toleran terhadap kompetisi pada pola tanam tumpang sari, sesuai untuk pertanian subsistem, pertanian komersial skala kecil, menengah, hingga skala sangat besar. Suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman jagung rata-rata 26-300C dan pH tanah 5,7-6,8 (Subandi et al. 1988).
Produksi jagung berbeda antar daerah, terutama disebabkan oleh perbedaan kesuburan tanah, ketersediaan air, dan varietas yang ditanam. Variasi lingkungan tumbuh akan mengakibatkan adanya interaksi genotipe dengan lingkungan (Allard and Brashaw 1964 dalam Iriany dkk)
Jagung merupakan tanaman semusim determinat, dan satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk pertumbuhan generatif. Tanaman jagung merupakan tanaman tingkat tinggi dengan kingdom Plantae, divisi spermatophyte, Klass monocotyledoneae, o r d o poales, family poaceae, genus Zea dan spesies Zea mays L.
Sejalan dengan perkembangan pemuliaan tanaman jagung, jenis jagung dapat dibedakan berdasarkan komposisi genetiknya, yaitu jagung hibrida dan jagung bersari bebas. Jagung hibrida mempunyai komposisi genetic yang heterosigot homogenus, sedangkan jagung bersari bebas memiliki komposisi genetik heterosigot heterogenus. Kelompok genotipe dengan karakteristik yang spesifik (distinct), seragam (uniform), dan stabil disebut sebagai varietas atau kultivar, yaitu kelompok genotipe dengan sifat-sifat tertentu yang dirakit oleh pemulia jagung. Diperkirakan di seluruh dunia terdapat lebih dari 50.000 varietas jagung. (Iriany et al, 2007)
Tanaman jagung termasuk famili rumput-rumputan (graminae) dari subfamili myadeae. Dua famili yang berdekatan dengan jagung adalah teosinte dan tripsacum yang diduga merupakan asal dari tanaman jagung. Teosinte berasal dari Meksico dan Guatemala sebagai tumbuhan liar di daerah pertanaman jagung. ( Subekti et al, 2007 )
Jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu (a) akar seminal, (b) akar adventif, dan (c) akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang berkembang dari radikula dan embrio. Pertumbuhan akar seminal akan melambat setelah plumula muncul ke permukaan tanah dan pertumbuhan akar seminal akan berhenti pada fase V3. Akar adventif adalah akar yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar adventif berkembang dari tiap buku secara berurutan dan terus ke atas antara 7-10 buku, semuanya di bawah permukaan tanah.
Akar adventif berkembang menjadi serabut akar tebal. Akar seminal hanya sedikit berperan dalam siklus hidup jagung. Akar adventif berperan dalam pengambilan air dan hara. Bobot total akar jagung terdiri atas 52% akar adventif seminal dan 48% akar nodal. Akar kait atau penyangga adalah akar adventif yang muncul pada dua atau tiga buku di atas permukaan tanah. Fungsi dari akar penyangga adalah menjaga tanaman agar tetap tegak dan mengatasi rebah batang. Akar ini juga membantu penyerapan hara dan air. ( Subekti et al, 2007 )
Perkembangan akar jagung (kedalaman dan penyebarannya) bergantung pada varietas, pengolahan tanah, fisik dan kimia tanah, keadaan air tanah, dan pemupukan. Akar jagung dapat dijadikan indikator toleransi tanaman terhadap cekaman aluminium. Tanaman yang toleran aluminium, tudung akarnya terpotong dan tidak mempunyai bulu-bulu akar (Syafruddin, 2002 dalam Subekti et al, 2007).
Pemupukan nitrogen dengan takaran berbeda menyebabkan perbedaan perkembangan (plasticity) sistem perakaran jagung (Smith et al. 1995 dalam Subekti et al, 2007).
Tanaman jagung mempunyai batang yang tidak bercabang, berbentuk silindris, dan terdiri atas sejumlah ruas dan buku ruas. Pada buku ruas terdapat tunas yang berkembang menjadi tongkol. Dua tunas teratas berkembang menjadi tongkol yang produktif. Batang memiliki tiga komponen jaringan utama, yaitu kulit (epidermis), jaringan pembuluh (bundles vaskuler), dan pusat batang (pith). Bundles vaskuler tertata dalam Sesudah koleoptil muncul di atas permukaan tanah, daun jagung mulai terbuka. Setiap daun terdiri atas helaian daun, ligula, dan pelepah daun yang erat melekat pada batang. Jumlah daun sama dengan jumlah buku batang. Jumlah daun umumya berkisar antara 10-18 helai, rata-rata munculnya daun yang terbuka sempurna adalah 3-4 hari setiap daun. Tanaman jagung di daerah tropis mempunyai jumlah daun relatif lebih banyak dibanding di daerah beriklim sedang (temperate) (Paliwal 2000 dalam Subekti et al, 2007 ).
Genotipe jagung mempunyai keragaman dalam hal panjang, lebar, tebal, sudut, dan warna pigmentasi daun. Lebar helai daun dikategorikan mulai dari sangat sempit (< 5 cm), sempit (5,1-7 cm), sedang (7,1-9 cm), lebar (9,1-11 cm), hingga sangat lebar (>11 cm). Besar sudut daun mempengaruhi tipe daun. Sudut daun jagung juga beragam, mulai dari sangat kecil hingga sangat besar. Beberapa genotipe jagung memiliki antocyanin pada helai daunnya, yang bisa terdapat pada pinggir daun atau tulang daun. Intensitas warna antocyanin pada pelepah daun bervariasi, dari sangat lemah hingga sangat kuat. (Subekti et al, 2007)
Bentuk ujung daun jagung berbeda, yaitu runcing, runcing agak bulat, bulat, bulat agak tumpul, dan tumpul. Berdasarkan letak posisi daun (sudut daun) terdapat dua tipe daun jagung, yaitu tegak (erect) dan menggantung (pendant). Daun erect biasanya memiliki sudut antara kecil sampai sedang, pola helai daun bisa lurus atau bengkok. Daun pendant umumnya memiliki sudut yang lebar dan pola daun bervariasi dari lurus sampai sangat bengkok. Jagung dengan tipe daun erect memiliki kanopi kecil sehingga dapat ditanam dengan populasi yang tinggi. Kepadatan tanaman yang tinggi diharapkan dapat memberikan hasil yang tinggi pula. (Subekti et al, 2007)
Jagung disebut juga tanaman berumah satu (monoeciuos) karena bunga jantan dan betinanya terdapat dalam satu tanaman. Bunga betina, tongkol, muncul dari axillary apices tajuk. Bunga jantan (tassel) berkembang dari titik tumbuh apikal di ujung tanaman. Pada tahap awal, kedua bunga memiliki primordia bunga biseksual. Selama proses perkembangan, primordial stamen pada axillary bunga tidak berkembang dan menjadi bunga betina. Demikian pula halnya primordia ginaecium pada apikal bunga, tidak berkembang dan menjadi bunga jantan (Palliwal 2000 dalam Subekti et al, 2007).
Serbuk sari (pollen) adalah trinukleat. Pollen memiliki sel vegetatif, dua gamet jantan dan mengandung butiran-butiran pati. Dinding tebalnya terbentuk dari dua lapisan, exine dan intin, dan cukup keras. Karena adanya perbedaan perkembangan bunga pada spikelet jantan yang terletak di atas dan bawah dan ketidaksinkronan matangnya spike, maka pollen pecah secara kontinu dari tiap tassel dalam tempo seminggu atau lebih.
Rambut jagung (silk) adalah pemanjangan dari saluran stylar ovary yang matang pada tongkol. Rambut jagung tumbuh dengan panjang hingga 30,5 cm atau lebih sehingga keluar dari ujung kelobot. Panjang rambut jagung bergantung pada panjang tongkol dan kelobot. Tanaman jagung adalah protandry, di mana pada sebagian besar varietas, bunga jantannya muncul (anthesis) 1-3 hari sebelum rambut bunga betina muncul (silking). Serbuk sari (pollen) terlepas mulai dari spikelet yang terletak pada spike yang di tengah, 2-3 cm dari ujung malai (tassel), kemudian turun ke bawah. Satu bulir anther melepas 15-30 juta serbuk sari.
Serbuk sari sangat ringan dan jatuh karena gravitasi atau tertiup angin sehingga terjadi penyerbukan silang. Dalam keadaan tercekam (stress) karena kekurangan air, keluarnya rambut tongkol kemungkinan tertunda, sedangkan keluarnya malai tidak terpengaruh. Interval antara keluarnya bunga betina dan bunga jantan (anthesis silking interval, ASI) adalah hal yang sangat penting. ASI yang kecil menunjukkan terdapat sinkronisasi pembungaan, yang berarti peluang terjadinya penyerbukan sempurna sangat besar. Semakin besar nilai ASI semakin kecil sinkronisasi pembungaan dan penyerbukan terhambat sehingga menurunkan hasil.
Hampir 95% dari persarian tersebut berasal dari serbuk sari tanaman lain, dan hanya 5% yang berasal dari serbuk sari tanaman sendiri. Oleh karena itu, tanaman jagung disebut tanaman bersari silang (cross pollinated crop), di mana sebagian besar dari serbuk sari berasal dari tanaman lain. Terlepasnya serbuk sari berlangsung 3-6 hari, bergantung pada varietas, suhu, dan kelembaban. Rambut tongkol tetap reseptif dalam 3-8 hari. Serbuk sari masih tetap hidup (viable) dalam 4-16 jam sesudah terlepas (shedding). Penyerbukan selesai dalam 24-36 jam dan biji mulai terbentuk sesudah 10-15 hari. Setelah penyerbukan, warna rambut tongkol berubah menjadi coklat dan kemudian kering.
Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol, tergantung varietas. Tongkol jagung diselimuti oleh daun kelobot. Tongkol jagung yang terletak pada bagian atas umumnya lebih dahulu terbentuk dan lebih besar dibanding yang terletak pada bagian bawah. Setiap tongkol terdiri atas 10 - 16 baris biji yang jumlahnya selalu genap. Biji jagung disebut kariopsis, dinding ovari atau perikarp menyatu dengan kulit biji atau testa, membentuk dinding buah. Biji jagung terdiri atas tiga bagian utama, yaitu (a) pericarp, berupa lapisan luar yang tipis, berfungsi mencegah embrio dari organisme pengganggu dan kehilangan air; (b) endosperm, sebagai cadangan makanan, mencapai 75% dari bobot biji yang mengandung 90% pati dan 10% protein, mineral, minyak, dan lainnya; dan (c) embrio (lembaga), sebagai miniatur tanaman yang terdiri atas plamule, akar radikal, scutelum, dan koleoptil (Hardman and Gunsolus 1998 dalam Subekti et al, 2007 ).
Secara umum jagung mempunyai pola pertumbuhan yang sama, namun interval waktu antartahap pertumbuhan dan jumlah daun yang berkembang dapat berbeda. Pertumbuhan jagung dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu (1) fase perkecambahan, saat proses imbibisi air yang ditandai dengan pembengkakan biji sampai dengan sebelum munculnya daun pertama; (2) fase pertumbuhan vegetatif, yaitu fase mulai munculnya daun pertama yang terbuka sempurna sampai tasseling dan sebelum keluarnya bunga betina (silking), fase ini diidentifiksi dengan jumlah daun yang terbentuk; dan (3) fase reproduktif, yaitu fase pertumbuhan setelah silking sampai masak fisiologis.
Perkecambahan benih jagung terjadi ketika radikula muncul dari kulit biji. Benih jagung akan berkecambah jika kadar air benih pada saat di dalam tanah meningkat >30% (McWilliams et al. 1999). Proses perkecambahan benih jagung, mula-mula benih menyerap air melalui proses imbibisi dan benih membengkak yang diikuti oleh kenaikan aktivitas enzim dan respirasi yang tinggi. Perubahan awal sebagian besar adalah katabolisme pati, lemak, dan protein yang tersimpan dihidrolisis menjadi zat-zat yang mobil, gula, asam-asam lemak, dan asam amino yang dapat diangkut ke bagian embrio yang tumbuh aktif.
Pada awal perkecambahan, koleoriza memanjang menembus pericarp, kemudian radikel menembus koleoriza. Setelah radikel muncul, kemudian empat akar seminal lateral juga muncul. Pada waktu yang sama atau sesaat kemudian plumule tertutupi oleh koleoptil. Koleoptil terdorong ke atas oleh pemanjangan mesokotil, yang mendorong koleoptil ke permukaan tanah. Mesokotil berperan penting dalam pemunculan kecambah ke atas tanah. Ketika ujung koleoptil muncul ke luar permukaan tanah, pemanjangan mesokotil terhenti dan plumul muncul dari koleoptil dan menembus permukaan tanah. ( Subekti et al, 2007 )
2.2. Pupuk Organik
Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan sisa-sisa tanaman, hewan, dan manusia. Pupuk organik dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk organik mengandung banyak bahan organik daripada kadar haranya. Sumber bahan organik dapat berupa kompos, pupuk hijau, pupuk kandang, sisa panen (jerami, brangkasan, tongkol jagung, bagas tebu, dan sabut kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan limbah kota. ( Wikipedia, 2012 )
Kelompok organisme perombak bahan organik tidak hanya mikrofauna tetapi ada juga makrofauna (cacing tanah). Pembuatan vermikompos melibatkan cacing tanah untuk merombak berbagai limbah seperti limbah pertanian, limbah dapur, limbah pasar, limbah ternak, dan limbah industri yang berbasis pertanian. Kelompok organisme perombak ini dikelompokkan sebagai bioaktivator perombak bahan organik. Sejumlah bakteri penyedia hara yang hidup pada rhizosfir akar (rhizobakteri) disebut sebagai rhizobakteri pemacu tanaman (plant growthpromoting rhizobacteria=PGPR). Kelompok ini mempunyai peranan ganda di samping (1) menambat N2, juga; (2) menghasilkan hormon tumbuh (seperti IAA, giberelin, sitokinin, etilen, dan lain-lain); (3) menekan penyakit tanaman asal tanah dengan memproduksi siderofor glukanase, kitinase, sianida; dan (4) melarutkan P dan hara lainnya (Cattelan et al., 1999; Glick et al., 1995; Kloepper, 1993; Kloepper et al., 1991). Sebenarnya tidak hanya kelompok ini yang memiliki peranan ganda (multifungsi) tetapi juga kelompok mikroba lain seperti cendawan mikoriza. Cendawan ini selain dapat meningkatkan serapan hara, juga dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit terbawa tanah, meningkatkan toleransi tanaman terhadap kekeringan, menstabilkan agregat tanah, dan sebagainya, tetapi berdasarkan hasil-hasil penelitian yang ada peranan sebagai penyedia hara lebih menonjol daripada peranan-peranan lain. Pertanyaan yang mungkin timbul ialah apakah multifungsi suatu mikroba tertentu apabila digunakan sebagai inokulan dapat terjadi secara bersamaan, sehingga tanaman yang diinokulasi dapat memperoleh manfaat multifungsi mikroba tersebut.
Kebanyakan kesimpulan tersebut berasal dari penelitian-penelitian terpisah, misalnya pengaruh terhadap serapan hara pada suatu percobaan, dan pengaruh terhadap toleransi kekeringan pada percobaan lain. Mungkin sekali fungsi-fungsi tersebut hanya dimiliki spesies tertentu pada suatu kelompok fungsional tertentu, atau mungkin juga fungsi-fungsi ini hanya dimiliki oleh strain atau strain-strain tertentu dalam suatu spesies, atau kondisi lingkungan dimana tanaman tersebut tumbuh.
Penggunaan pupuk organik saja, tidak dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan ketahanan pangan. Oleh karena itu system pengelolaan hara terpadu yang memadukan pemberian pupuk organik/pupuk hayati dan pupuk anorganik dalam rangka meningkatkan produktivitas lahan dan kelestarian lingkungan perlu digalakkan. Hanya dengan cara ini keberlanjutan produksi tanaman dan kelestarian lingkungan dapat dipertahankan. Sistem pertanian yang disebut sebagai LEISA (low external input and sustainable agriculture) menggunakan kombinasi pupuk organik dan anorganik yang berlandaskan konsep good agricultural practices perlu dilakukan agar degredasi lahan dapat dikurangi dalam rangka memelihara kelestarian lingkungan. ( Simanungkalit, 2006 )
2.3. Pupuk Anorganik
            Pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik-pabrik pupuk dengan meramu bahan-bahan kimia anorganik berkadar hara tinggi.  Misalnya urea berkadar N 45-46% (setiap 100 kg urea terdapat 45-46 kg hara nitrogen) (Lingga dan Marsono, 2000).
Pupuk Urea CO(NH2)2 merupakan hasil reaksi antara karbon dioksida dan amoniak dan mengandung 46% N. Pupuk ammonium klorida (NH4Cl) mengandung 28% N dan 60% Cl. Amonium nitrat (NH4NO3) mengandung 33-35% N. Amonium fosfat (NH4H2PO4) mengandung 10-11% N dan 48-55% P2O5. Amonium Sulfat atau ZA (NH4)2SO4 mengandung 21% N dan 24% S. Kalsium nitrat Ca(NO3)2 mengandung 16% N dan 28% CaO. Kalium nitrat KNO3 mengandung 13% N dan 44% K2O. Diamonium fosfat atau DAP (NH4)2HPO4 mengandung 18% N dan 46% P2O5. Pupuk TSP (Ca(H2PO4)2.2H2O mengandung 46-48% P2O5, 2% S dan 20% CaO. Fosfat alam mengandung hara P2O5 dan CaO. Kadar P2O5 dalam pupuk fosfat alam sangat bervariasi dari 14 – 35%. Pupuk KCl mengandung 60% K2O dan 45% Cl.
Pupuk Kalum sulfat (K2SO4) mengandung 50% K2O dan 18% S. Pupuk kalium magnesium sulfat (K2SO4.2MgSO4) mengandung 22% K2O, 18% MgO dan 22% S. Kieserite (MgSO4.H2O) mengandung 17-27% MgO dan 22% S. Dolomite (MgCO3+CaCO3) mengandung 2-20% MgO dan 30-47% CaO. ( Kasno, 2009 )
Pupuk anorganik atau pupuk buatan dapat dibedakan menjadi pupuk tunggal dan pupuk majemuk.  Pupuk tunggal adalah pupuk yang hanya mengandung satu unsur hara misalnya pupuk N, pupuk P, pupuk K dan sebagainya.  Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur hara misalnya N + P, P + K, N + K, N + P + K dan sebagainya (Hardjowigeno, 2004).
Ada beberapa keuntungan dari pupuk anorganik, yaitu (1) Pemberiannya dapat terukur dengan tepat, (2) Kebutuhan tanaman akan hara dpat dipenuhi dengan perbandingan yang tepat, (3) Pupuk anorganik tersedia dalam jumlah cukup, dan (4) Pupuk anorganik mudah diangkut karena jumlahnya relatif sedikit dibandingkan dengan pupuk organik.  Pupuk anorganik mempunyai  kelemahan, yaitu selain hanya mempunyai unsur makro, pupuk anorganik ini sangat sedikit ataupun hampir tidak mengandung  unsur hara mikro (Lingga dan Marsono, 2000).













BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
            Praktikum dilaksanakan pada jam praktikum setiap hari rabu jam 15:00 WIB s/d di UPT Kebun FAPERTA UR dan Laboratorium Tanah.
3.2. Bahan dan Alat
            Bahan dan alat yang digunakan adalah sebagai berikut :
-          Benih jagung (Zea mays.)       -    Alat-alat tulis
-          Pengaris                                   -    Tali
-          Parang                                     -    Ember/gembor
-          Cangkul                                   -    Meteran
-          Erlemenyer                             -    Timbangan Analitik
-          Pipet volume                          -     Pompa pipet
-          Batang pengaduk                   -     Pupuk kandang
-          PupukNPK                             -     Pipet tetes
-          Buret
3.3. Pelaksanaan Praktikum
            Praktikum dilaksanakan sebanyak 12 kali pertemuan. Sistem penanaman yang dilaksanakan dengan langkah awal pembersihan lahan dan dilanjutkan dengan pengolahan tanah, setelah tanah siap tanam dilanjutkan dengan menanam benih jagung. Penanaman dengan menunggal dengan kedalaman 2-3 cm, Jarak Tanam 75 cm X 50 cm, ukuran plot per kelompok 1 m x 2 m x 2 plot dan jarak antar plot 50 cm dan 30 cm.
3.5. Parameter Pengamatan
            3.5.1. Pertambahan tinggi tanaman
              Pertambahan tinggi tanaman jagung diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun termuda (pucuk daun). Pengukuran tanaman dilakukakan dengan menegakkan jagung, kemudian diukur tingginya.
            3.5.2. Jumlah daun
              Jumlah batang dihitung mulai dari daun terbawah sampai daun termuda di pucuk tanaman, daun yang dihitung adalah daun yang masih produktif ada tanaman jagung.
            3.5.3. Lingkar Batang
              Lingkar batang diukur dengan menggunakan tali yang di lilitkan pada batang kemudian diukur dengan pengaris.
             



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pertumbuhan tanaman
            Dari data yang didapatkan bahwa pertumbuhan tanaman jagung menunjukkan pengaruh dengan adanya pemupukan ½ dosis pupuk anorganik atau pupuk NPK. Tinggi tanaman masing-masing perminggu adalah 7,55;  Tinggi tanaman menunjukkan pertambahan dari minggu ke minggu dari 7, 55 cm hingga 165,62 cm, sedangkan pada jumlah daun dan lingkar batang perubahan terlihat sejalan dengan pertambahan tinggi tanaman. Semakin tinggi tanaman, maka semakin banyak jumlah daun dan semakin besar lingkar batang (Grafik 1).  
Grafik.1. Hasil Pertumbuhan tanaman jagung dengan ½ dosis pemupukan NPK.


4.2. Produksi tanaman
            Produksi tanaman pada praktikum ini dilihat dari malai yang keluar pada hari setelah tanam(hst). Sampel 1, 2 dan 7 malai keluar setelah 42 hst. Sedangkan sampel lainnya yaitu 3, 4, 5, dan 8 malai keluar saat 50 hst. Perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan kondisi tanaman. Hal tersebut sejalan dengan selisih antar sampel pada tanaman yang mengeluarkan malai pada hari ke 42 tsb. (Tabel 1)
Tabel. 1. Hasil table keluar malai
U1
Hari Setelah Tanam (HST)
Tanaman 1
42
50
Tanaman 2
42
50
Tanaman 3
X
50
Tanaman 4
X
50
Tanaman 5
X
50
Tanaman 6
X
X
Tanaman 7
42
50
Tanaman 8
X
50
Tanaman 9
X
X
Tanaman 10
X
X
Tanaman 11
X
X
Tanaman 12
X
X

4.3. Sifat Tanah
Dari hasil yang diperoleh, diketahui bahwa kandungan air tanah di dalam tanah terbilang rendah. Keadaan tersebut dapat dipengaruhi oleh kandungan bahan organik tanah dan kedalaman solum di dalam ring sampel. Hal ini sesuai dengan pendapat Hanafiah (2007) yang menyatakan bahwa kadar air tanah dipengaruhi oleh kadar bahan organik tanah dan kedalaman solum, makin tinggi kadar bahan organik tanah akan makin tinggi kadar air, serta makin dalam kedalaman solum tanah maka kadar air juga semakin tinggi.
            Besarnya nilai air tersedia pada sampel tanah, yang bisa saja dipengaruhi oleh tekstur dari tanah tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Saleh (2000) yang menyatakan bahwa tektur tanah sangat mempengaruhi banyaknya air yang tersedia. Tanah berpasir umumnya mempunyai air yang lebih kecil dibandingkan dengan tanah liat berdebu, namun dilain pihak, tanah berpasir mempunyai pori makro yang banyak, adhesifitas terhadap air lebih kecil, dan konduktivitas hidraulik yang lebih tinggi. Dengan demikian, meskipun kandungan air awal pada tanah liat berdebu lebih tinggi, namun faktor lainnya menjadi penghambat pergerakan air dibandingkan dengan tanah berpasir, sehingga pergerakan air pada tanah berpasir lebih cepat dibandingkan dengan tanah liat berdebu.
Kandungan air tanah dipengaruhi oleh besarnya tegangan air dalam sampel tanah tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjowigeno S. (1992) yang menyatakan bahwa banyaknya kandungan air tanah berhubungan erat dengan besarnya tegangan air (moisture tension) dalam tanah tersebut. Kemampuan tanah dapat menahan air antara lain dipengaruhi oleh tekstur tanah.
 Tanah-tanah yang bertekstur kasar mempunyai daya menahan air yang lebih kecil dari pada tanah yang bertekstur halus. Pasir umumnya lebih mudah kering dari pada tanah-tanah bertekstur berlempung atau liat.
Tabel 2. Tabel kadar air awal
Kelompok
BB
BK
KA
B.Seb
1
10
8.04
24.37811
7.562189
2
10
8.36
19.61722
8.038278
3
10
8.26
21.06538
7.893462
4
10
8.19
22.10012
7.789988
5
10
6
10
8.1
23.45679
7.654321
Tabel 3. Kadar air tanah akhir
Kadar Air
Kelompok
BB
BK
KA
B.Seb
1
5
4.64
7.758621
4.612068966
2
5
14.28
4.29
3
5
12.76
4.36
4
5
4.3
16.27907
4.186046512
5
5
4.41
13.37868
4.33106576
6
5
4.32
15.74074
4.212962963
Berdasarkan pengertian asam-basa menurut Arrhenius beserta sifat-sifatnya, suatu senyawa bersifat asam dalam air karena adanya ion H+. Adapun suatu senyawa yang bersifat basa dalam air jika ada ion OH-. pH adalah kepanjangan dari pangkat hidrogen atau power of hydrogen. pH larutan menyatakan konsentrasi ion H+ dalam larutan. Suatu zat asam yang di masukkan ke dalam air akan mengakibatkan bertambahnya ion hidrogen (H+) dalam air dan berkurangnya ion hidroksida (OH-). Sedangkan pada basa, akan terjadi sebaliknya. Zat basa yang dimasukkan ke dalam air akan mengakibatkan bertambahnya ion hidroksida (OH-) dan berkurangnya ion hidrogen (H+). Jumlah ion H+ dan OH- di dalam air dapat di gunakan untuk menentukan derajat keasaman atau kebasaan suatu zat. Semakin asam suatu zat, semakin banyak ion H+ dan semakin sedikit jumlah ion OH- di dalam air. Sebaliknya semakin basa suatu zat, semakin sedikit jumlah ion H+ dan semakin banyak ion OH- di dalam air.
Keasamaan / kealkalian / pH tanah adalah logaritma kepekatan ion-ion H+ dalam larutan sistem tanah. Kepekatan ion-ion H+ dalam larutan sistem tanah ini berkesetimbangan dengan H-tidak terdisosiasi senyawa-senyawa dapat larut dan tidak larut yang ada dalam sistem. pH tanah menunnjukkan intensitas keasaman suatu sistem tanah , sedangkan kapasitas keasaman menunjukkan takaran ion H+ terdisosiasi, ditambah H+ tidak terdisosiasi di dalam sistem tanah. Sistem tanah yang mayoritas terdapat ion-ion H+ akan bersuasana asam dengan nilai pH < 7, sedangkan jika pH = 7 akan bersuasana netral, dan pH > 7 akan bersuasana alkalis atau basa. Faktor pengendali keasaman tanah adalah ion-ion H+ dan Al3+ yang berada di dalam larutan sistem tanah dan kompleks jerapan. Kedua bidang ini mengendalikan keasaman dengan cara berbeda, yang disebabkan oleh perbedaan sumber dan watak muatan yang menyerap ion-ion itu. Di dalam sistem tanah terdapat dua bentuk muatan negatif, yaitu: muatan tergantung pH dan muatan tetap.
Muatan tergantung pH berwatak tidak tetap. Muatan tergantung pH ini berasal dari gugus SiOH dan AlOH di tepi patahan dan permukaan luar lempung, gugus karboksil (-COOH) dan fenol (-OH) koloid humus. Muatan tetap berasal dari adanya kelebihan ion lempung pada silikat akibat terjadinya penyulihan isomorfis (pergantian anasir penyusun tanpa mengubah bahan lempung). Kation yang dijerap muatan yang berasal dari mekanisme ini dapat dipertukarkan pada setiap nilai pH (tidak tergantung pH).
Tabel 4. pH tanah Awal
pH
Kelompok
pH
H2O
KCl
1
5.3
4.36
2
4.94
4.29
3
5.44
4.68
4
5.48
4.7
5
5.64
4.62
6
5.62
4.73
Tabel 5. pH Tanah akhir
Kelompok
pH
H2O
KCl
1
5.42
4.62
2
6.22
5.34
3
5.82
4.92
4
6.41
5.39
5
6.68
5.72
6
6.28
5.11
Bahan organik memegang peranan penting dalam memperbaiki sifat-sifat tanah (fisik, kimia dan biologi) yang selanjutnya akan meningkatkan produktivitas
tanah dan tanaman. Oleh karena itu, bahan organik disebut juga sebagai dinamisator, aktivator dan regenerator tanah dalam meningkatkan dan mempertahankan produktivitas lahan.
Dalam sistem pertanian organik, pupuk kandang merupakan salah satu alternatif yang dapat dijadikan pengganti pupuk kimia. Pupuk kandang banyak digunakan sebagai sumber bahan organik tanah yang memberikan dampak sangat baik bagi pertumbuhan tanaman. Penambahan bahan organik dapat meningkatkan unsur hara dan perbaikan sifat tanah. Bahan organik merupakan salah satu komponen tanah yang sangat penting dari segi fisik, kimia, dan biologi tanah.
Bahan organik dapat memperbaiki infiltrasi, porositas, struktur tanah, ketersediaan unsur hara, dan merupakan sumber energi bagi mikroorganisme tanah. Pengaruh bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah mampu meningkatkan nilai kapasitas tukar kation, menambah ketersediaan unsur hara, mengurangi keracunan Al dan Fe serta meningkatkan kelarutan P dalam tanah.
Bahan organik juga sangat berperan dalam meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah. Tersedianya bahan organik di dalam tanah mempengaruhi populasi dan jenis mikroflora (cendawan, lumut, bakteri, ganggang, aktinomisetes) di dalamnya
Tanah yang mengandung sedikit bahan organik memiliki kepadatan populasi mikroorganisme yang rendah sehingga tingkat kesuburannya pun rendah, karena hampir sebagian besar transformasi bahan organik dilakukan oleh mikroorganisme. Salah satu bahan organik yang sangat baik bagi tanah adalah pupuk kandang. Susunan kimia pupuk kandang berbeda-beda tergantung pada spesies, ternak, umur dan keadaan hewan, sifat dan jumlah pakan, serta penanganan dan penyimpanan pupuk sebelum dipakai.Pupuk kandang dapat meningkatkan C-organik, N-total, Ca-dd dan pH tanah. Pemberian pupuk kandang berarti penambahan bahan organik yang berfungsi sebagai cadangan unsur hara, pengikat air dan pembentukan pori-pori mikro dan makro, yang dapat menunjang perkembangan mikroorganisme tanah. Hasil penguraian bahan organik yang dilakukan oleh mikroorganisme tersebut membentuk senyawa baru yang lebih sederhana dan merupakan unsur hara bagi tanaman.
Tabel 4. C-Organik Awal
Vb
Vc
N FeSO4
C-organik
B-organik
20
16.5
0.5
0.15
0.2586
Tabel 7. Kadar C-Organik akhir
C-organik
Kelompok
Vb
Vc
N FeSO4
C-organik
B-organik
1
16
10
0.5
0.195140187
0.336421682
2
16
11.5
0.5
10.5
18.102
3
16
10
0.5
10
17.24
4
16
10.08
0.5
0.212133333
0.365717867
5
16
9.5
0.5
0.225117801
0.388103089
6
16
10.08
0.5
0.210778022
0.36338131









BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
            Kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.      Pemberian pupuk anorganik ½ dosis mempengaruhi pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun dan lingkar batang.
2.      Peemberian pupuk anorganik ½ dosis berpengaruh terhadap umur keluar malai.
3.      Pemberian pupuk anorganik mempengaruhi jumlah bahan organic tanah.
5.2. Saran
            Meskipun pupuk anorganik dapat digunakan untuk penanaman jagung, namun harus di imbangi dengan penyedian bahan organic tanah sehingga penanaman dapat berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA
Kasryno, Faisal, et al. 2007. Gambaran Umum Ekonomi Jagung Indonesia.  Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Iriany, R.N, M. Yasin H.G., dan Andi Takdir M. 2007. Asal, Sejarah, Evolusi, dan Taksonomi Tanaman Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.
Subekti N.A, Syafruddin, Roy Efendi, dan Sri Sunarti. 2007. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros
Subandi, I. Manwan, and A. Blumenschein. 1988. National Coordinated Research Program: Corn. Central Research Institute for Food Crops. Bogor. p.83.
http://wahyuaskari.wordpress.com/umum/pupuk-n-p-k/. Yang di unduh pada 05 November 2012.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pupuk_organik. Yang diunduh pada 04 Januari 2013
Simanungkalit et al. 2006. Pupuk organic dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor


Tidak ada komentar:

Posting Komentar