alt/text gambar alt/text gambar

Kamis, 30 Oktober 2014

PRODUKTIVITAS USAHATANI DALAM SISTEM PERTANIAN TERPADU: STUDI KASUS DI KECAMATAN AMARASI, KABUPATEN KUPANG, NUSA TENGGARA TIMUR

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Amarasi merupakan salah satu dari 22 kecamatan di Kabupaten Kupang Nusa TenggaraTimur (NTT) yang terdiri dari 7 buah desa dan tiga di antaranya yakni desa Oesena, Ponain dan Tesbatan merupakan lokasi studi kasus. Luas wilayah Kecamatan Amarasi saat ini adalah 154,9 km2 dengan kepadatan penduduk 91 orang per km2. Kondisi iklim di daerah ini, seperti yang dipublikasikan oleh beberapa penulis, adalah kering yang dipengaruhi oleh angin muson tenggara yang bertiup dari Australia dimana musim kemaraunya cukup panjang (8–9 bulan) (Nulik et al. 1999; Kapa 1999; Piggin 2003) dengan curah hujan tahunan pada tahun 2004 berkisar antara 12,7 mm (bulan Mei) sampai 463,8 mm (bulan Februari).
Suhu dan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Desember masing-masing 33,5°C dan 92 persen. Evaporasi rate berkisar antara 4 sampai 9 mm per hari dan dalam setahun dapat mencapai total 2000 mm (BPS Kabupaten Kupang 2004). Keadaan di atas ditambah kondisi topografi daerah yang bergelombang sampai berbukit serta tanah yang bersifat calcacerous dengan pH berkisar antara 8–9 menyebabkan sulit bagi tanaman untuk bertumbuh dengan baik. Oleh karena itu yang perlu mendapat perhatian dalam pengembangan pertanian di daerah Amarasi adalah aspek konservasi tanah maupun air. Hal ini perlu dalam rangka mengantisipasi musim hujan yang singkat berakibat pada kurangnya ketersediaan air.
Pada kondisi seperti ini petani peternak mengalami kesulitan dalam usahatani maupun usaha ternak. Hal ini berdampak lanjut pada rendahnya produktivitas pertanian dan peternakan di daerah ini. Dengan demikian diperlukan pengenalan terhadap sistem usahatani yang telah ada di Amarasi untuk diperbaiki dalam kerangka Integrated Rural Develpoment.

Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu membahas kajian dari beberapa hasil studi kasus yang dilakukan di Kecamatan Amarasi Kabupaten Kupang terkait produktivitas usahatani dan ternak dalam sistem usahatani terpadu di Amarasi.



PEMBAHASAN

Potensi Sumberdaya
Kecamatan Amarasi sebagaimana dijelaskan di depan memiliki wilayah sekitar 2,6 persen dari luas Kabupaten Kupang. Jumlah penduduk Kecamatan Amarasi pada Tahun 2004 adalah 14.113 orang yang terdiri dari 7.273 laki-laki dan 6.840 perempuan tergabung dalam 3.371 rumah tangga serta tidak kurang dari 75 persen penduduknya bekerja di sektor pertanian dengan pendapatan perkapita yang relatif rendah yakni Rp974.000 (BPS Kabupaten Kupang 2004). Tabel 1 di atas memperlihatkan bahwa lahan kering menjadi tumpuan kegiatan pertanian di Kecamatan Amarasi. Sedangkan di sektor peternakan didominasi oleh ternak sapi dan unggas. Luas lahan sawah 300 ha merupakan sawah tadah hujan berpengairan
sederhana.

Pola Usahatani di Amarasi
Pengelolaan usahatani di Amarasi menurut hasil penelitian selama tahun 1994–2004 di tiga desa (Oesena, Ponain, dan Tesbatan) dilaksanakan pada empat jenis lahan yakni:
·         Usahatani lahan kering (usahatani ladang)
Sistem ladang di Amarasi dicirikan oleh sistem tebas-bakar (slash-and-burn systems). Komoditas yang ditanam pada usahatani ladang adalah jagung sebagai tanaman utama, kacang gude (Cajanus cajan), labu dan ubi kayu. Jagung, kacang dan labu ditanam pada satu lubang pada bulan Desember dan dipanen pada bulan April atau Mei. Sedangkan ubi kayu ditanam diantara tanaman utama pada waktu yang sama dan dipanen pada bulan Agustus sampai Oktober. Rata-rata produksi jagung pada tahun 2004 adalah 1,21 ton ha–1, kacang 0,34 ton ha–1, ubi kayu 2,560 umbi per ha, serta 35 karung plastik kacang tanah per ha. Gambar 1 memperlihatkan pola tanam petani di lahan kering dan sawah di Amarasi.
·         Usahatani pekarangan
Sebagaimana halnya di ladang tanaman jagung juga menjadi tanaman utama di lahan pekarangan yang ditumpangsarikan dengan kacang dan ubi kayu (Kapa 2004). Beberapa tanaman tahunan dalam jumlah kecil seperti kelapa, nangka dan tanaman makanan ternak misalnya lamtoro, gamal dan galagala juga ditanam di pekarangan. Jagung yang ditanam biasanya varietas umur pendek dengan maksud untuk menyediakan sumber makanan bagi keluarga. Produksi jagung dari lahan pekarangan sangat sulit untuk diketahui namun menurut estimasi para petani sekitar 760 kg/ha.
·         Usahatani Sawah
Hasil penelitian Kapa (2004) menyatakan tidak semua petani di Amarasi memiliki lahan sawah, dari 50 responden yang diwawancarai hanya 20 % petani yang mengusahakan sawah. Rata-rata luas lahan sawah per kepala keluarga (per farm) hanya 0,32 ha.Pada lahan ini diusahakan tanaman padi (monocrop) dengan pola umum padi–bera, namun di desa Tesbatan dengan memanfaatkan musim hujan dan ketersediaan mata air polanya adalah padi–sayur–bera. Waktu tanam umumnya dimulai pada akhir bulan Desember sampai Januari dan dipanen sekitar bulan Maret/April. Pada pola pertama setelah padi dipanen maka lahan dibera
sampai musim tanam berikutnya. Sedang pada pola tanam kedua, setelah padi dipanen lahan dibiarkan beberapa saat (1–2 minggu) kemudian diolah untuk menanam sayur. Rata-rata produksi padi 1,7 ton ha–1. Sedangkan dari usahatani sayur karena sulit untuk mendapatkan produksi fisik sehingga dinilai dengan rupiah. Hasil studi menunjukkan rata-rata pendapatan
petenai sebesar Rp 2.250.000 per tahun.
·         Usahatani mamar
Mamar (tradisional agroforestry) adalah lahan yang biasanya terletak dekat mata air atau sungai. Tetapi mamar kering tidak harus dekat dengan mata air. Rata-rata luas lahan mamar 0,47 ha. Mamar identik dengan tanaman kelapa, pinang, sirih, pisang, nagka dan beberapa tanaman hijauan makanan ternak seperti lamoro, gala-gala dsbnya. Pemilikan mamar biasanya diturunkan dari generasi ke generasi dan luasnya makin lama makin sempit. Pada tahun 1994, rata-rata luas lahan mamar di Amarasi 0.6 ha dan pada tahun 2004 menjadi 0,47 ha. Hal ini terjadi karena ada fragmentasi lahan dan pertambahan jumlah penduduk. Selain kelapa, hasil dari tanaman lainnya sulit diukur dalam bentuk fisik tetapi petani menyatakan bahwa mamar mempunyai peranan penting dalam menyediakan uang tunai untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Pada tahun 2004 penghasil rata-rata dari mamar yang diperoleh dari penjualan kelapa dan produk lainnya adalah sebesar Rp. 672.000.

Usaha Ternak di Amaras
Usaha ternak merupakan bagian integral dari sistem usahatani di Amarasi. Ternak yang banyak dipelihara adalah sapi, dan unggas sedangkan ternak lainnya dipelihara dalam jumlah kecil. Sebagian besar dari usahaternak sapi dipelihara dengan cara ekstensif tradisional dimana intervensi pemilik terhadap usaha ternak sangat minim. Pada sistem pemeliharan ini biasanya pada siang hari sapi dibiarkan merumput di padang penggembalaan umum, atau di kebun milik peternak dan pada malam hari dikandangkan. Namun dengan meningkatnya derajat komersialisasi ternak sapi mendorong peternak untuk melakukan sistem pemeliharaan yang lebih produktif. Sistem ini dikenal dengan sistem paron atau sistem Amarasi yang berbasis lamtoro.
Sejak diperkenalkan pada tahun 1971, sistem paron menarik minat peternak untuk memeliharanya sapi paron dan bersandar sepenuhnya pada lamtoro sebagai sumber utama pakan. Dengan pemberian lamtoro sebanyak 15–20 kg daun segar perhari dapat menaikan berat badan 0,5–1 kg per hari. Dengan demikian untuk mencapai berat pasar sekitar 350 kg dari berat badan awal 150 kg membutuhkan waktu hanya 3–6 bulan dan dapat memberikan kontribusi 30–70 % terhadap pendapatan petani. Adanya serangan kutu loncat pada lamtoro di awal tahun 1986 telah menghancurkan tegakan lamtoro yang berdampak langsung pada penurunan produktivitas usahatani dan ternak di Amarasi seperti yang dilaporkan Mudita dan Kapa (1987) dan Widiyatmika et al. (1989). Misalnya produksi tanaman jagung turun sebesar 53 persen, sedang bagi sapi paron kekurangan lamtoro menyebabkan masa pemeliharaan menjadi lebih lama dan jumlah sapi paron juga berkurang dari rata-rata 7 ekor sebelum tahun 1987 menjadi rata-rata 3 ekor per tahun. Tidak jarang petani harus berjalan sejauh 1–3 km perhari guna mendapatkan HMT. Guna mengatasi hal ini peternak juga mencari sumber HMT alternatif seperti galagala, kapok, limbah pertanian disamping lamtoro.

Tenaga Kerja
Penggunaan tenaga kerja dalam pelaksanaan usahatani masih didominasi oleh tenaga kerja manusia yang bersumber dari dalam keluarga dan dari luar keluarga berupa tenaga gotong royong sedang sistem upahan jarang dilakukan. Kapa (2001) melaporkan kurang lebih 11.000 jam per keluarga yang digunakan setiap tahun untuk melakukan aktivitas usahatani. Dari jumlah tersebut 48 persen digunakan untuk tanaman pangan, 37,5 persen untuk usaha ternak dan sisanya untuk kegiatan off farm. Intensitas penggunan tenaga kerja berhubung erat dengan musim. Penggunaan tenaga kerja yang paling intensif terjadi menjelang dan pada musim hujan (Oktober dan April). Pada bulan lain intensitasnya berkurang, bahkan pada bulan-bulan tertentu intensitasnya sangat rendah. Untuk itu perlu dipikirkan pembukaan lapangan kerja guna memanfaatkan tenaga kerja yang ada.

Kendala Usahatani
Produktivitas hasil beberapa komoditas tanaman pangan yang dicapai oleh petani dari tiga desa kasus di Amarasi (Oesena, Ponain, dan Tesbatan) umumnya masih rendah bila dibandingkan dengan hasil produksi potensial yang bisa dicapai. Hal ini terjadi karena kendala teknis maupun kendala sosial ekonomi. Keterbatasan air, penyediaan varietas, pemupukan, dan pengendalian hama dan penyakit masih merupakan kendala utama di desa-desa kasus. Dari segi penyediaan tenaga kerja, tenaga kerja utama adalah tenaga kerja manusia namun dari segi pemanfaatannya masih kurang produktif. Tenaga kerja ternak walaupun tersedia namun pemanfaatannya masih sangat terbatas, lahan usahatani yang dimiliki sempit dan kurang subur juga merupakan kendala utama. Kendala sosial ekonomi ditandai dengan motivasi yang sedang disertai kurangnya keterampilan. Walaupun tersedia sarana penunjang kelembagaan namun peranannya kurang aktif dan tidak lancar, terbatasnya kredit modal kerja, serta tidak tersedianya teknologi di tingkat desa menjadi kendala pengembangan usahatani.

Kendala Usaha Ternak
Musim hujan yang singkat disertai dengan belum pulihnya tanaman primadona lamtoro menyebabkan minimnya suplai pakan baik jumlah maupun mutu bagi ternak NTT. Hal ini berdampak pada rendahnya produktivitas ternak sapi seperti yang dijelaskan di atas. Tumbuhan yang relatif lebih tahan terhadap kekeringan dibandingkan dengan jenis-jenis sumber hijauan lain seperti lamtoro kini tidak lagi menjadi pemasok utama hijauan bagi ternak yang bergizi tinggi dan palatable dan juga sebagai tumbuhan penyubur tanah sekaligus pencegah erosi tidak dapat lagi diandalkan sepenuhnya karena adanya invasi kutu loncat. Kejadian ini telah mengganggu produktivitas pertanian di daerah ini.
Masalah menurunnya produktivitas ternak dipengaruhi oleh beragam faktor yakni (1) faktor lingkungan seperti kurangnya ketersediaan pakan yang berkualitas serta keberagaman HMT alternatif yang rendah, penyakit, (2) faktor biologi misalnya tingkat kematian anak (calf mortality) cukup tinggi bahkan pada kondisi tertentu bisa mencapai 30 persen, (3) faktor managemen berhubungan dengan sistem pemeliharaan. Dimana sebagian besar peternak masih menggunakan sistem ekstensif seh-136 hingga kontrol terhadap breeding, feeding dan penyakit sangat rendah, dan (4) Sosial ekonomi berhubungan dengan kurangnya modal, kurangnyaakses terhadap fasilitas kredit dan pasar, serta diperburuk oleh krisis ekonomi yang terjadi saat ini.
PENUTUP

Kesimpulan dan Saran
Persoalan pokok yang dihadapi saat ini rendahnya produtivitas tanaman dan ternak di daerah Amarasi  yang disebabkan oleh adanya beberapa kendali baik itu teknis, biologi, manajemen maupun sosioal ekonomi. Namun demikian ada potensi yang dapat dikembang untuk meningkatkan produktivitas usahatani di Amarasi. Setelah melihat potensi dan kendala-kendala usahatani/ ternak di atas maka ke depan perlu dipikirkan hal-hal sebagai berikut:
1. Adanya kolaborasi baru antara pihak Indonesia (baca: NTT) dengan badan atau lembaga-lembaga dana Australia atau Internasional lainnya dalam konteks pembangunan pedesaan terpadu serta mempererat kolaborasi yang sudah ada baik dalambentuk bantuan dana, ekpertis, maupun penelitian dengan penekanan pada upaya mendukung pembangunan pertanian dalam rangka menciptakan usaha pertanian yang efisien, berorientasi pasar, agribisnis dan agroindustri di daerah pedesaan.
2. Bidang lain yang perlu mendapat perhatian untuk diteliti adalah adanya kerjasama untuk mengkaji upaya konservasi tanah dan air termasuk teknologi penampungan air, bioteknologi, teknologi pasca panen dan penanganan hama penyakit tanaman secara terpadu.
3. Di bidang tanaman pangan adalah adanya peningkatan hasil usahatani melalui penyediaan benih yang berproduksi tinggi, umur pemdek, tahan kekeringan dan hama/penyakit.
4. Di bidang peternakan perhatian diarahkan pada kerjasama dalam pengkajian feeding strategy untuk mengatasi masalah kekurangan pakan pada musim kemarau, pendirian breeding stock untuk ternak sapi dalam rangka perbaikan mutu genetik sapi bali termasuk di dalamnya penggunaan indigenous genetik stocks serta aspek kesehatan ternak.








Daftar Pustaka

BPS Kabupaten Kupang 2004. Kupang dalam Angka 2004. Kupang.

Kapa M.M.J. 1994. A comparison of cattle management systems in Kupang district, East Nusa Tenggara province, Indonesia. Master of Agricultural Science Thesis. The University of Melbourne, Australia.

— 2004. A whole farm analysis of livestock production systems in West Timor. Unpublished Report. Nusa Cendana University. Mudita I. W. and Kapa M.M.J. 1987. Dampak Serangan Kutu Loncat pada Lamtoro terhadap Sistem Pemeliharan Ternak Sapi Paron. Laporan Penelitian Sub-Kelompok Penelitian Dasar Program Litbang Pertanian Lahan
Kering, Kepas Undana.

Nulik J., Hosang E. dan Lidjang I.K. 1999. Profil dan KarakterZona Agroekologi pada Delapan Kabupaten- Perakitan Teknologi di Nusa Tenggara Timur. Makalah yang disampaikan pada Pertemuan Aplikasi Paket Teknologi di BPTP Naibonat Kupang, 30 September–1 Oktober 1999.

Piggin C. 2003. The role of Leucaena in swidden cropping and livestock production in Nusa Tenggara Timur Province, Indonesia. In ‘Agriculture: new directions for a new nation—East Timor’, ed by H. Da Costa, C. Piggin, Cecar da Cruz and J.J. Fox. ACIAR Proceedings No. 13.


Widiyatmika M., Kaunang S. dan Kapa M.M.J. 1989. Dampak Serangan Kutu Loncat Lamtoro Terhadap Sosial Ekonomi Petani di Kecamatan Amarasi Kabupaten Kupang. Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana. Unpublished Report. Kupang, Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar